Lebak, Bantentv.com – Dengan membawa kertas karton yang bertuliskan penolakan terhadap Revisi Undang-undang Penyiaran, sejumlah jurnalis yang tergabung dari berbagai organisasi wartawan di Lebak melakukan aksi penolakan terhadap Revisi Undang-undang Penyiaran di Depan Gedung DPRD Lebak, pada Senin 26 Mei 2024.
Jurnalis tersebut berasal dari Organisasi Kelompok Kerja Wartawan Harian dan Elektronik Kabupaten Lebak, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia Kabupaten Lebak dan Lembaga Pers Mahasiswa Tintamas Universitas Latansa Mashiro Rangkasbitung.
Aksi tersebut dilakukan lantaran ada pasal yang dimasukkan membatasi kebebasan pers di Indonesia.
Ketua Pokja Wartawan Lebak Mastur Huda mengatakan, salah satu aspek penting dalam Revisi Undang-undang ini adalah standar isi siaran yang berisi pembatasan, larangan, dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran, serta tumpang tindihnya kewenangan KPI dengan dewan pers.
Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam draf tertanggal 27 Maret 2024, Revisi UU Penyiaran secara jelas membatasi kegiatan jurnalistik dan kebebasan berekspresi secara umum.
“Kita melakukan aksi menolak Revisi Undang-undang Tentang Penyiaran karena disana ada beberapa pasal yang diselundupkan pemerintah yang pada intinya itu akan mengekang kebebasan pers dan mematikan demokrasi di Indonesia. Jika pasal-pasal tersebut dipaksakan oleh DPR dan pemerintah maka kita akan kembali di masa kegelapan yaitu zaman Orde Baru” ujar Mastur Huda Ketua Pokja Lebak.
Sementara Ketua DPRD Lebak, M. Agil Zulfikar menyampaikan bahwa institusi DPRD Lebak menyepakati yang disampaikan oleh jurnalis, poin yang menjadi tuntutan yakni penolakan Revisi Undang-undang Penyiaran.
“Kami institusi DPRD Insya Allah akan bersepakat, menyepakati apa yang menjadi poin tuntutan dari teman-teman Pokja terhadap penolakan beberapa poin pasal-pasal tertentu di RUU Penyiaran karena bagi kami kemerdekaan dan kebebasan pers dimana pun itu harus dijunjung tinggi sebagai pilar utama untuk kehidupan berdemokrasi,” kata M. Agil Zulfikar Ketua DPRD Lebak.
Ditambahkan Mastur, negara khususnya pemerintah kembali berupaya untuk melakukan kendali berlebihan terhadap warga negaranya. Hal ini tidak hanya berdampak pada pelanggaran hak atas kebebasan pers tetapi juga hak publik atas informasi.
Pelanggaran tersebut bertentangan dengan semangat negara demokratis yang telah diwujudkan melalui Undang-undang No 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan Undang-undang tersebut dirancang untuk melindungi kegiatan jurnalistik serta menjamin pemenuhan hak publik atas informasi.(nano/red)