Minggu, Juli 13, 2025
BerandaGaya HidupPara Orang Tua di Korsel Sukarela Dikurung di Sel, Apa Tujuannya?

Para Orang Tua di Korsel Sukarela Dikurung di Sel, Apa Tujuannya?

Bantentv.com – Sejumlah warga Korea Selatan menghabiskan waktu di dalam sel untuk mencoba memahami anak-anak mereka yang terisolasi secara sosial.

Satu-satunya hal yang menghubungkan setiap ruangan kecil di Happiness Factory, di Korea Selatan, dengan dunia luar adalah lubang di pintu yang berfungsi untuk mengantarkan makanan. Ponsel, laptop atau alat elektronik lainnya tidak diperbolehkan berada di dalam sel seluas lima meter persegi ini. Setiap penghuninya harus berhadapan dengan dinding pada keempat sisi ruangan sel.

Para penghuni setiap sel memang mengenakan seragam berwarna biru yang biasanya identik dengan para narapidana di Korea, tetapi mereka semua bukan narapidana. Mereka sengaja datang ke tempat tersebut untuk mendapatkan “pengalaman dikurung”. Kebanyakan dari mereka memiliki satu kesamaan, yaitu mereka memiliki seorang anak yang telah sepenuhnya menarik diri dari lingkungan luar.

Orang-orang yang mengasingkan diri ini disebut sebagai hikikomori, sebuah istilah yang diciptakan di Jepang pada tahun 1990-an untuk menggambarkan penarikan diri secara ekstrem dari pergaulan remaja dan dewasa muda.

Sejak April lalu, sejumlah orang tua telah berpartisipasi dalam program pendidikan orang tua selama 13 minggu yang didanai dan dijalankan oleh organisasi non-pemerintah (LSM) Korea, Youth Foundation dan Blue Whale Recovery Centre.

Tujuan dari program ini adalah untuk mengajarkan masyarakat bagaimana berkomunikasi lebih baik dengan anak-anak mereka. Program ini mencakup tiga hari di sebuah ruangan yang meniru sel isolasi di sebuah fasilitas di Hongcheon-gun, Provinsi Gangwon. Harapannya, isolasi akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada orang tua tentang anak-anak mereka.

Prof Jeong Go-woon, dari Departemen Sosiologi Universitas Kyung Hee, mengatakan ekspektasi masyarakat Korea terhadap pencapaian besar yang harus dicapai pada periode yang ditentukan semakin memperkuat kecemasan kaum muda – terutama pada saat stagnasi ekonomi dan minimnya lapangan kerja.

Pandangan bahwa prestasi seorang anak adalah keberhasilan orang tua turut menyebabkan seluruh keluarga tenggelam dalam isolasi. Dan banyak orang tua menganggap kesulitan yang dihadapi anak mereka sebagai kegagalan dalam mendidik, sehingga menimbulkan rasa bersalah.

“Di Korea, orang tua sering kali mengungkapkan cinta dan perasaan mereka melalui tindakan dan peran praktis dibandingkan ekspresi verbal,” kata Prof Jeong.

“Orang tua membiayai biaya sekolah anak-anak mereka melalui kerja keras adalah contoh khas budaya Konfusianisme yang menekankan tanggung jawab,” tambahnya.

Beberapa orang tua yang telah mengikuti program ini mengatakan bahwa mereka mulai memahami perasaan anak anak mereka yang mengisolasi diri dan jauh lebih baik untuk mulai berkomunikasi kembali. (azzah/red)

TERKAIT