Bantentv.com – Selain Santa Claus dan Sinterklas yang menjadi ikon saat perayaan natal yaitu Pohon Cemara. Biasanya saat perayaan natal umat Kristiani menghias Pohon Cemara dan dipajang di rumah-rumah mereka menjelang, saat, dan setelah momentum Hari Raya Natal.
Lalu bagaimana sejarah dan filosofi pohon cemara identik dengan pohon Natal? Berikut alasan mengapa pohon cemara identik dengan perayaan Natal.
Melansir Kumparan, alasan pohon cemara erat kaitannya dengan tradisi Natal adalah karena pohon ini dianggap suci. Di masa lalu, secara tradisional pohon ini telah menjadi simbol Kristen.
Di zaman dulu orang Mesir Kuno, China dan Ibrani penggunaan pohon cemara sebagai rangkaian hiasan Natal berbentuk bulat (wreath) atau memanjang (garland) merupakan melambangkan kehidupan yang abadi.
Berbeda di kalangan masyarakat Eropa, pohon ini menjadi simbol pertobatan bagi umat Kristen. Sementara bagi orang Skandinavia, pohon Natal didirikan di dalam rumah selama Natal dan tahun baru dipercaya untuk menakut-nakuti iblis, menangkal kekuatan sihir, hantu, dan penyakit.
Bagi orang Jerman para penduduknya biasanya akan memasang pohon Yule di Pintu masuk atau di dalam rumah ketika musim dingin tiba.
Hanya saja, pohon Natal modern yang digunakan sekarang ternyata berakar dari budaya Jerman bagian barat.
Pohon Natal yang terbuat dari cemara lengkap dengan hiasannya direpresentasikan sebagai pohon surga di Taman Eden. Penyebutan itu tidak terlepas dari kisah Adam dan Hawa.
Pohon tersebut dipajang di rumah-rumah mereka di setiap tanggal 24 Desember. Tanggal tersebut diketahui sebagai hari raya keagamaan Adam dan Hawa.
Selain apel, mereka juga menggantungkan wafer di atasnya sebagai simbol perjamuan Ekaristi. Di sekitarnya, juga dipasang sejumlah lilin sebagai simbol Kristus yang menerangi dunia.
Pada abad ke-18, tradisi tersebut akhirnya tersebar luas di kalangan Lutheran Jerman. Namun, baru pada abad ke-19 pohon Natal menjadi tradisi yang mengakar di Jerman.
Tradisi menghias pohon cemara sebagai pohon Natal juga diperkenalkan oleh Pangeran Albert, suami Ratu Victoria yang berdarah Jerman. Saat itu, ia memperkenalkan Pohon Victoria yang dihiasi dengan mainan, hadiah, dan juga lilin kecil.
Kebiasaan tersebut akhirnya menyebar ke berbagai tempat. Tradisi menghias pohon Natal juga dibawa oleh seorang pemukim Jerman hingga akhirnya tradisi ini tersebar luas di Austria, Swiss, Polandia, hingga Belanda. Adapun, di China dan Jepang, pohon Natal diperkenalkan oleh misionaris Barat pada abad ke-19 dan 20.(erina/red)