Jumat, Februari 7, 2025
BerandaFeaturedUlasanPerang Bubat: Mengapa Orang Sunda Tidak Boleh Menikahi Orang Jawa?

Perang Bubat: Mengapa Orang Sunda Tidak Boleh Menikahi Orang Jawa?

Bantentv.com – “Jangan nikah sama orang Jawa, nanti ujung-ujungnya cerai.” Bagi kamu yang berasal dari Suku Sunda, pernahkah kamu mendengar perkataan di atas? Ternyata, mitos ini muncul dari sejarah peperangan antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh atau yang biasa disebut sebagai Perang Bubat. Simak sejarah dari Perang Bubat yang membuat pernikahan Jawa-Sunda menjadi pantangan berikut ini.

Berdasarkan artikel jurnal yang berjudul Mitos Larangan Menikah antara Orang Jawa dengan Orang Sunda dalam Perspektif Masyarakat Modern (Afnan, 2022), Perang Bubat terjadi pada tahun 1357 di Lapangan Bubat, Mojokerto, Jawa Timur. Perang ini sendiri sebenarnya juga berakar dari rencana pernikahan antara Hayam Wuruk, Raja Kerajaan Majapahit, dan Dyah Pitaloka Citaresmi, putri Raja Sunda Galuh bernama Prabu Linggabuana.

Hayam Wuruk awalnya menyarankan agar acara pernikahan digelar di Kerajaan Majapahit. Linggabuana sendiri sebenarnya menaruh kecurigaan kepada Hayam Wuruk terkait lokasi pernikahan anaknya tersebut. Namun, ia bersama dengan putrinya dan rombongannya tetap pergi ke Kerajaan Majapahit. Mereka kemudian menginap di Bubat Pesanggrahan.

Akan tetapi, Gadjah Mada, Mahapatih dari Kerajaan Majapahit, justru menilai bahwa kedatangan mereka ke Majapahit justru merupakan sebuah kesempatan besar baginya untuk menaklukkan Sunda Galuh karena mereka secara tidak langsung dianggap telah tunduk kepada Majapahit. Sikapnya ini sendiri sebenarnya dilatarbelakangi oleh Sumpah Palapa yang sempat diucapkan olehnya saat menjadi Patih Amangkubumi Majapahit di mana ia berambisi untuk menundukkan seluruh kerajaan Nusantara, termasuk Sunda Galuh.

Sikap Gadjah Mada tersebut akhirnya menimbulkan pertikaian yang kemudian berujung kepada peperangan antara Sunda Galuh dan Majapahit. Sunda Galuh pun kalah pada peperangan tersebut karena jumlah pasukan Sunda Galuh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah pasukan Majapahit. Perang ini juga menewaskan banyak korban jiwa dari Sunda Galuh, termasuk Linggabuana itu sendiri. Sementara itu, meskipun ia selamat dari peperangan tersebut, Dyah Pitaloka justru memilih untuk mengakhiri dirinya sendiri.

Akibatnya, Niskala Waktu, adik dari Dyah Pitaloka dan penerus Kerajaan Sunda Galuh, menyimpan dendam yang sangat besar kepada Kerajaan Majapahit. Namun, ia lebih memilih cara yang damai untuk meredam dendamnya, yaitu dengan memutus hubungan diplomatik dengan Kerajaan Majapahit. Ia juga melarang rakyatnya berhubungan dengan rakyat Majapahit, termasuk menjalin pernikahan, yang kemudian membentuk mitos larangan pernikahan Jawa-Sunda hingga saat ini. (raihan/red)

TERKAIT

Tinggalkan Balasan

FESTIVAL RAMADAN 2025

DIBAGIKAN

KOMENTAR