Bantentv.com – Iran gelar pemakaman massal, yang dihadiri ribuan pelayat memadati jantung Kota Teheran, menyusul gugurnya puluhan tokoh militer dan ilmuwan nuklir Iran akibat serangan udara Israel, dalam prosesi pemakaman kenegaraan yang menggugah emosi,
Upacara ini digelar sebagai simbol duka mendalam dan perlawanan publik di tengah perang 12 hari yang menewaskan warga sipil hingga pejabat tinggi.
Prosesi dimulai dari Alun-Alun Enghelab (Revolusi) pada pukul 08.00 waktu setempat, lalu berlanjut ke Alun-Alun Azadi (Kebebasan) sejauh 11 kilometer.
Televisi pemerintah Iran menayangkan momen-momen mengharukan saat ribuan pelayat mengenakan pakaian hitam, mengibarkan bendera nasional, dan berupaya menyentuh peti-peti jenazah sebagai bentuk penghormatan.
Peti jenazah sejumlah tokoh penting diangkut menggunakan truk militer, termasuk Jenderal Hossein Salami (Kepala Garda Revolusi Iran) dan Jenderal Amir Ali Hajizadeh (Kepala program rudal balistik Garda Revolusi).
Baca juga: Gaza Terus Membara, Trump Yakin Gencatan Senjata Segera Terwujud
Menurut laporan Al Jazeera, pemakaman massal yang digelar Iran hari Sabtu itu merupakan yang pertama secara terbuka sejak gencatan senjata diberlakukan.
Ini merupakan bagian dari penghormatan terhadap 60 korban jiwa, termasuk empat wanita dan empat anak-anak.
Upacara ini turut dihadiri Presiden Masoud Pezeshkian, Ali Shamkhani penasihat senior Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, yang disebut terluka dalam konflik—serta putra Khamenei, Mojtaba.
Israel dan Iran sama-sama mengklaim kemenangan dalam perang 12 hari yang berakhir dengan gencatan senjata pada Selasa lalu.
Sementara itu, Ayatollah Khamenei meremehkan dampak serangan udara yang melibatkan AS. Ia menilai Presiden Donald Trump telah “membesar-besarkan situasi secara tidak proporsional” dan membantah klaim bahwa program nuklir Iran telah mengalami kemunduran.
Pemakaman massal ini bukan hanya menunjukkan duka nasional, tetapi juga mempertegas posisi Iran dalam menyikapi konflik kawasan. Dengan proyeksi kekuatan simbolik di tengah tekanan internasional yang semakin intens.