Pandeglang, Bantentv.com – Anggota DPRD Pandeglang angkat bicara soal kredit fiktif modal kerja kontruksi di Bank Jabar Banten Kantor Cabang Labuan yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,4 miliar.
Menurut anggota DPRD Pandeglang M. Dedi Rajadi menduga ada kelalaian dari pegawai BJB dalam memberikan kredit tersebut diduga tanpa adanya jaminan dalam pengajuan kredit sebesar itu. Sehingga terjadi kasus kredit fiktif di bank tersebut.
Namun anggota Komisi II DPRD Pandeglang menyebut secara persis tidak mengetahui seperti apa kelalaian itu, karena permasalahan itu ranahnya di pihak kepolisian. Temtunya, hal itu tidak akan terjadi jika pihak bank secara ketat melakukan SOP dengan benar.
Meski begitu, Politisi Partai Nasdem Pandeglang ini meyakini, bahwa pelaku yang melakukan kredit fiktif biasanya perusahaan atau orang yang sudah sering melakukan pinjaman kredit ke bank itu, sehingga pihak bank sudah mempercayai perusahaan tersebut.
Sedangkan terkait adanya kerjasama yang dilakukan antara pelaku dan oknum perbankan. Dadi tidak bisa menyebutkan, Pasalnya itu kewenangan pihak berwajib dan auditor dari pihak perbankan.
“Kami pun menyayangkan atas kasus tersebut. Hal ini akan mengganggu pengusaha lain yang memang benar-benar akan berusaha, karena sudah diciderai oleh orang yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Sementara Akademisi Univesitas Bina Bangsa (Uniba) Serang Bambang Dwi Suseno juga menyoroti kasus kredit fiktif pada Bank Bjb Kantor Cabang Labuan.
Wakil Rektor I Uniba ini menjelaskan, secara akademis empiris temuan-temuan kredit macet banyak sekali. Namun ia mengklasterisasi 5 penyebab kredit macet tersebut.
Pertama integritas analisis kreditnya kurang atau tidak kompeten. Kedua kolateral atau jaminan dokumennya tidak diperiksa betul asas legalitas.
“Kemudian yang ketiga ketidakpatuhan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam pemberian kredit.
Keempat bank ini kan persaingannya sangat luar biasa, mereka akan masuk ke dalam target kinerja yang begitu tinggi dari atasan cabang sampai pusat. Karena target tinggi, terkadang kehati-hatiannya kurang atau mengabaikan proses yang seharusnya terpenuhi,” ungkapnya.
Sedangkan yang terakhir, ketidak transparan. Menurutnya, kalau di dalam melihat prospek debitur Fundamentalnya dulu disusun dengan baik. Bila perlu diaudit oleh akuntan publik. Ini mungkin dilewati, soal tidak transparan menjadi pintu masuk kecurangan.