Bantentv.com – Siapa yang tidak mengenal pinjaman online (pinjol)? Siapa yang tidak tahu manisnya mendapat pinjaman dengan mudah? Dan siapa pula yang tidak mendengar pahitnya akibat pinjol? Mari kita telisik bersama bahaya nyata dari praktik pinjol yang kian marak.
Saya pribadi memang tidak pernah menggunakan pinjol. Namun, saya mendengarkan banyak keluhan dari para korban.
Saya menulis ini karena merasa prihatin. Saya ingin mengingatkan dan menyadarkan masyarakat tentang betapa bahayanya pinjol jika tidak disikapi dengan bijak.
Di era kemajuan teknologi finansial, pinjol hadir sebagai solusi cepat bagi mereka yang membutuhkan dana instan tanpa syarat rumit.
Baca Juga: Diduga Terjerat Pinjol, Seorang Pria Lompat dari Lantai 18 Apartemen
Prosesnya sangat mudah, cukup bermodal KTP dan nomor telepon, dana sudah bisa cair dalam hitungan menit.
kemudahan itu sering kali menjadi pintu masuk menuju masalah keuangan yang jauh lebih serius.
Banyak dari mereka yang tergoda bukan karena kebutuhan mendesak, melainkan karena keinginan konsumtif seperti beli gadget baru, liburan, atau sekadar mengikuti gaya hidup teman-temannya.
Ancaman Serius di Balik Kemudahan
Namun, di balik manisnya kemudahan, tersembunyi ancaman serius. Banyak pengguna pinjol yang tergoda bukan karena kebutuhan mendesak, melainkan karena gaya hidup konsumtif.
Berdasarkan data, fenomena anak muda yang terjerat pinjol menunjukkan peningkatan signifikan dari tahun 2019-2025.
Bahkan detikfinance mengeluarkan rilis, bahwa hingga Maret 2025, total outstanding pinjol perseorangan di Indonesia sudah mencapai Rp 75,44 triliun, dengan kondisi kredit macet sekitar Rp 1,65 triliun.
Dari jumlah pinjaman, kelompok usia 19–34 tahun menyumbang Rp 37,87 triliun, dan total rekening mencapai 14 juta entitas.
Baca Juga: Anggota DPRD Pandeglang Diduga Terlibat Pinjol dan Lakukan Kekerasan
Selain itu, Infobank News juga menyebut bahwa rata-rata pinjaman per-rekening anak muda (generasi milenial/Gen Z) meningkat selama 2022–2024, dari sekitar Rp 7 juta (2022) menjadi Rp 9 juta di tahun 2024.
Pahit di akhir? kenapa?, coba kita perhatikan. Banyak pengguna pinjol tidak menyadari bahwa di balik pinjaman kecil, tersembunyi bunga yang mencekik.
Beberapa pinjol ilegal bahkan mengenakan bunga harian, dengan sistem denda yang terus bertambah setiap hari jika terlambat membayar.
Tidak sedikit peminjam yang akhirnya terjebak dalam lingkaran utang (debt trap), meminjam dari pinjol lain untuk menutup pinjaman sebelumnya. Ada yang lebih parah, pinjol ilegal sering kali menyalahgunakan data pribadi pengguna.
Ketika peminjam gagal bayar, mereka akan menerima intimidasi, teror melalui telepon, bahkan pencemaran nama baik di media sosial bukan hanya kepada peminjam, tapi juga kepada keluarganya atau teman dekatnya.
Sehingga hal tersebut bisa berdampak terhadap gangguan mental (stres berat, kecemasan, depresi, bahkan secara ekstrem bisa berujung bunuh diri).
Ini bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga krisis kesehatan mental dan sosial yang harus kita hadapi bersama.
Solusinya yaitu dibutuhkan upaya serius, di antaranya meningkatkan literasi keuangan. Bagaimana caranya mengelola uang, mengenal mana utang sehat dan berisiko, dan harus mengingat segala risiko yang akan mengancam dan merugikan kita.
Selain itu, Keluarga juga memiliki peran penting sebagai pondasi utama dalam mencegah pinjol dengan meningkatkan edukasi keuangan sejak dini.
Artikel opini ini ditulis oleh Peri Irawan, Direktur Indonesia Menulis.