Rabu, Juli 23, 2025
BerandaBeritaDirektur Operator Gerai Mie Gacoan Bali Jadi Tersangka Kasus Pelanggaran Hak Cipta

Direktur Operator Gerai Mie Gacoan Bali Jadi Tersangka Kasus Pelanggaran Hak Cipta

Bantentv.com – Direktur perusahaan PT Mitra Bali Sukses, selaku operator gerai Mie Gacoan di wilayah Bali, I Gusti Ayu Sasih Ira, resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak berwenang.

Dia terseret kasus dugaan pelanggaran hak cipta atas tuduhan memutar musik dan lagu di area publik tanpa membayar royalti kepada pemegang hak cipta. Kasus ini menjadi perhatian publik serta menuai berbagai tanggapan dari para ahli.

Sejumlah faktor seperti kondisi ekonomi yang melemah, menurunnya daya beli masyarakat, besaran tagihan royalti, hingga minimnya edukasi terkait hak kekayaan intelektual disebut sebagai pemicu terjadinya pelanggaran.

Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali, turut menyoroti kasus tersebut, ia menyatakan bahwa Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memiliki dasar hukum yang sah untuk melakukan penarikan royalti atas penggunaan karya cipta di ruang publik.

Namun demikian, menurut Prof. Rhenald dikutip dari detikcom, implementasi kebijakan ini tidak terlepas dari sejumlah catatan penting.

Selain itu, perlunya pendekatan yang lebih proporsional juga harus dilakukan, mengingat banyak pelaku usaha yang belum sepenuhnya memahami kewajiban hukum mereka dalam hal penggunaan karya musik komersial.

“Penegakan hak cipta memang penting, namun harus diiringi dengan edukasi yang memadai serta transparansi dalam sistem pemungutan dan distribusi royalti,” ujarnya.

Terkait penangkapan Direktur perusahaan PT Mitra Bali Sukses selaku operator Mie Gacoan Wilayah Bali, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI), Prof. Rhenald Kasali juga menilai bahwa langkah hukum yang ditempuh dinilai kurang bijak di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit.

“Tekanan ekonomi saat ini sangat berat bagi para pelaku usaha. Dalam kondisi seperti ini, penarikan royalti seharusnya tidak dilakukan dengan pendekatan yang kaku dan legalistik,” ujar Rhenald, Senin, 21 Juli 2025 dikutip dari Tribun Bali.

Menurutnya, penyelesaian sengketa royalti lebih tepat dilakukan melalui jalur mediasi atau pendekatan persuasif, bukan langsung membawa persoalan ke ranah hukum.

“Penyelesaian di luar pengadilan mestinya bisa menjadi jalan tengah yang lebih bijak. Tindakan hukum hanya akan membuat pelaku usaha semakin tertekan dan menciptakan jarak dengan LMKN,” lanjutnya.

Rhenald juga menegaskan pentingnya edukasi yang masif dan transparansi dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) agar pelaku usaha memahami hak dan kewajibannya secara adil, bukan sekadar dikenai sanksi.

Ia mengingatkan bahwa penegakan hak cipta harus memperhatikan konteks sosial dan ekonomi masyarakat, agar tidak kontraproduktif terhadap iklim usaha nasional.

Sementara itu dalam keterangan pers, Senin, 21 Juli 2025, Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) menjelaskan duduk perkara yangterjadi. Mereka (SELMI) sebelumnya telah memberikan teguran hingga proses mediasi yang sudah ditempuh.

Sayangnya pihak Mie Gacoan Wilayah Bali ini tetap saja menggunakan lagu dan atau musik yang bersangkutan dan tidak mau mengurus izin penggunaan lagu dan atau musik di Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).

“Tidak ada titik temu pembayaran royalti, sehingga SELMI mencari barang bukti di Mie Gacoan Bali atas dugaan pelanggaran hak cipta,” kata Ramsudin Simanullang, Kuasa Hukum SELMI dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, 21 Juli 2025.

Akhirnya, hal ini memunculkan desakan keberatan dari para pemilik hak kepada SELMI, karena jika lagu dan atau musik digunakan secara komersial, wajib mendapatkan izin dari LMKN.

Menurut SELMI, penetapan tersangka ini merupakan langkah penting dalam membangun kepatuhan hukum di sektor komersial, sekaligus menjadi peringatan tegas bagi pelaku usaha lainnya agar menghormati hak ekonomi para pencipta, artis, dan produser rekaman atas penggunaan lagu dan/atau musik untuk kepentingan komersial wajib mempunyai izin dari LMKN.

Berdasarkan laporan yang dilayangkan SELMI, Mie Gacoan dilaporkan menggunakan musik di sejumlah gerai tanpa membayar royati sebagai mana diwajibkan undang-undang dengan perkiraan kerugian mencapai miliaran rupiah.

Royalti dihitung berdasarkan Surat Keputusan Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang tarif untuk penggunaan ciptaan musik di restoran. Jika dirumuskan, sebagai berikut: jumlah kursi per outlet x Rp 120 ribu x 1 tahun x jumlah outlet.

“Kerugian disebut mencapai miliaran rupiah. Untuk tersangka lainnya, sesuai hasil penyidikan bahwa tanggung jawab ada di direktur,” kata Kabid Humas Polda Bali Kombes Ariasandy dikutip dari detikBali, Senin, 21 Juli 2025.

Diketahui, kasus tersebut berawal dari pengaduan masyarakat (Dumas) pada 26 Agustus 2024 yang kemudian ditindaklanjuti dan dilakukan penyidikan mulai 20 Januari 2025.

Editor: Qonitah

Artikel ini ditulis oleh [Risky Bagjaning Rahayu], peserta program magang di Bantentv.com.
Konten telah melalui proses penyuntingan oleh tim redaksi.
TERKAIT
- Advertisment -