Bantentv.com – Pamitnya Maruarar Sirait atau Ara dari PDI Perjuangan (PDIP) sebetulnya tak terlalu mengejutkan. Hanya soal waktu. Sebab, sejak beberapa waktu terakhir dia memang sudah dikucilkan atau dipinggirkan dari barisan elit PDIP (Megawati). Tak jelas benar apa dosanya. Namun saya menduga masih ada kaitan dengan penyusunan Kabinet Kerja I di masa Presiden Jokowi, 2014-2019.
Kala itu santer kabar bahwa Ara akan menjadi Menkominfo. Dia sudah berada di lingkungan Istana dengan mengenakan kemeja putih seperti yang dikenakan oleh para calon menteri yang akan diumumkan Jokowi. Namun, Ara akhirnya dicoret karena tak ada restu dari Ketua Umum PDIP Megawati. Nada sumbang juga sempat berkembang bahwa Ara yang berambisi menjadi menteri itu dianggap mbalelo. Dia slanang-slonong sendiri tanpa koordinasi dengan Teuku Umar.
Setelah gagal menjadi menteri, Ara yang telah mengenal Jokowi sejak masih wali kota Solo tetap menunjukkan loyalitasnya. Dalam pelaksanaan Piala Presiden ia ditunjuk sebagai Ketua Steering Committee Piala Presiden 2015-2019. Selanjutnya, ia ditunjuk sebagai ketua Satgas Anti Mafia Bola yang diberi arahan langsung oleh Jokowi melalui PSSI.
Maruarar Sirait alias Ara lahir di Medan, 23 Desember 1969. Ayahnya, Sabam Sirait, adalah pendiri dan Sekjen pertama PDIP. Sabam pula yang berkali-kali membujuk Megawati untuk mau bergabung ke PDIP yang dipimpin Soerjadi di pertengahan 1980-an.
Ara bergabung ke PDI Perjuangan selepas kuliah di Universitas Parahyangan, Bandung pada 1999. Di kampus ini dia aktif di Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) dan resimen mahasiswa kampusnya. Di PDI Jawa Barat Ara dipercaya menjadi wakil bendahara, 1999-2000, lalu menjadi bendahara pada 2000-2005. Dari Jawa Barat dia ditunjuk menjadi Ketua Bidang Pemuda, Mahasiswa, dan Olahraga DPP PDIP, 2005-2010.
Bagi PDI Perjuangan peristiwa hengkangnya kader bukan hal baru. Di awal reformasi ada Prof Dimyati Hartono yang kemudian mendirikan Partai Indonesia Tanah Air Kita (PITA) pada Februari 2002. Pada Juli di tahun yang sama, giliran Erros Djarot yang pamit lalu mendirikan Partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK). Bila PITA gagal ikut Pemilu 2004, PNBK meraih 1,16% suara.
Pasca pemilu dan Pilpres langsung pertama itu, giliran Roy BB Janis, Laksamana Sukardi, Noviantika Nasution, dan Didi Suprianto yang hengkang dari PDI Perjuangan. Mereka lalu mendeklarasikan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) pada Desember 2005. Di Pemilu 2009 partai tersebut cuma meraih 0,86% suara.
Maruarar hengkang dari PDI Perjuangan. Maruarar berpamitan dari PDI Perjuangan usai mengunjungi kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai banteng, Senin 15 Januari 2024. malam. Saat berpamitan, mantan Ketua Taruna Merah Putih, organisasi sayap PDI-P itu, turut mengucapkan terima kasih kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri hingga Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.
“Sesudah saya berdoa dan berdiskusi dengan orang terdekat, teman-teman terdekat, saya memutuskan untuk pamit dari PDI Perjuangan,” kata Maruarar.
Maruarar mengaku, dirinya meninggalkan PDI-P karena mengikuti langkah politik Presiden Jokowi. Namun ia tak memerinci apakah alasan itu terkait dengan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu, atau hal lain.
“Saya memilih untuk mengikuti langkah Pak Jokowi karena saya percaya Pak Jokowi adalah pemimpin yang sangat didukung oleh rakyat Indonesia,” tuturnya.(ferry/red)