Bantentv.com – Malam Satu Suro yang dikenal khususnya bagi orang Jawa atau malam pertama di bulan Muharam ini dianggap sakral, penuh aura mistis, dan bahkan menakutkan bagi sebagian orang.
Hal ini tidak terlepas dari banyak mitos dan tradisi yang dilakukan bersamaan datangnya malam tersebut. Tradisi mengosongkan rumah, tidak menggelar pesta, hingga larangan bepergian, juga masih menjadi bagian dari budaya turun-temurun.
Namun yang menarik, dalam ajaran Islam, Muharam justru dikenal sebagai salah satu bulan yang mulia. Inilah yang menjadi pembeda antara nilai spiritual Islam dan warisan budaya lokal yang melekat pada malam ini.
Baca juga: 5 Mitos Malam Satu Suro yang Terkenal Mistis dan Sakral
Bagi masyarakat Jawa, Malam Satu Suro sarat dengan ritual yang tak lepas dari nuansa gaib. Tradisi-tradisi seperti kirab pusaka, tapa bisu, hingga semedi di lokasi-lokasi angker dilakukan oleh sebagian kelompok sebagai bentuk penghormatan terhadap “energi malam suro”.
Tak jarang pula, malam ini dijadikan momentum “mencuci benda pusaka” seperti keris dan tombak, atau bahkan meruwat diri agar terhindar dari bala. Kepercayaan ini diwariskan secara turun-temurun dari era kerajaan Hindu-Buddha hingga era keraton Islam Jawa.
Sayangnya, dalam praktiknya, banyak ritual tersebut lebih mengedepankan unsur mistik dan khurafat (tahayul) ketimbang nilai spiritual, sehingga hal ini menjadi titik simpang antara budaya yang tumbuh secara organik dan ajaran Islam yang mengedepankan tauhid.
Pandangan Islam tentang Bulan Muharam
Jika secara budaya identik dengan ritual-ritual mistis, berbeda dengan pandangan Islam, yang memuliakan bulan Muharam sebagai salah satu dari empat bulan haram (suci), sebagaimana disebut dalam Al-Qur’an.
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah: 36).
Pada bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, menjauhi pertikaian, dan menanamkan kedamaian.
Dikutip dari Kompasiana, Rasulullah SAW menyebut Muharam sebagai “Syahrullah al-Muharam” yakni bulannya Allah SWT. Bahkan, di dalamnya terdapat hari Asyura (10 Muharam) yang sangat dianjurkan untuk berpuasa, sebagai bentuk rasa syukur atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Fir’aun.
Oleh karena itu, secara nilai, bulan ini jauh dari kesan seram, gelap, atau penuh kutukan seperti yang banyak dipercayai dalam kepercayaan budaya lokal. Justru, ini adalah bulan harapan dan pengampunan.
Pada bulan ini, umat Islam seyogyanya lebih mendekatkan diri pada Allah SWT dan bermuhasabah diri. Dengan datangnya bulan Muharam yang menjadi tanda masuknya tahun yang baru bagi umat Islam, ini merupakan bentuk pengharapan bagi kita untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya.
Qonitah M A