Bantentv.com – Menjelang Idulfitri, ada berbagai tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini.
Beberapa di antaranya adalah tradisi mudik, bagi-bagi uang baru atau salam tempel kepada sanak saudara, makan ketupat, serta saling memaafkan dan halalbihalal.
Dari sekian banyak tradisi tersebut, ada satu yang sangat khas dilakukan pada hari Lebaran, yaitu halalbihalal.
Halal bihalal sendiri merupakan momen di mana orang-orang bersilaturahmi ke rumah tetangga, saudara, kerabat, maupun teman.
Pada saat halalbihalal, semua orang saling memaafkan, bersalaman, dan biasanya dilanjutkan dengan makan bersama atau sekadar berbincang santai.
Baca juga: Ulama Kharismatik Abuya Muhtadi Dimyati Hadiri Halal Bihalal PN Pandeglang
Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi ajang open house, di mana tuan rumah mengundang orang-orang untuk datang bersilaturahmi.
Selain itu, dengan perkembangan teknologi, halalbihalal kini juga bisa dilakukan secara daring atau online, terutama bagi keluarga yang tidak bisa pulang ke kampung halaman karena jarak yang jauh.
Namun, tahukah kamu apa arti sebenarnya dari halalbihalal dan sejak kapan tradisi ini muncul? Yuk, simak sejarah dan makna dari halalbihalal yang perlu kamu ketahui!
Makna Halalbihalal
Terdengar seperti berasal dari bahasa Arab, namun faktanya halalbihalal sebenarnya berasal dari kata serapan ‘halal’ dengan sisipan ‘bi’ di antara kata halal yang berarti ‘dengan’ dalam bahasa Arab.
Istilah ‘halal’ berasal dari kata ‘halla’ dalam bahasa Arab, yang mengandung tiga makna, yaitu halal al-habi yang artinya benang kusut terurai kembali, halla al-maa yakni air keruh diendapkan, serta halla as-syai yang berarti halal sesuatu.
Dari ketiga makna tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa halalbihalal adalah kekusutan, kekeruhan atau kesalahan yang selama ini dilakukan yang kemudian dapat dihalalkan kembali.
Sehingga dapat diartikan sebagai semua kesalahan melebur, hilang, dan kembali seperti sedia kala. Halalbihalal sendiri sebenaranya bukanlah berasal dari Arab atau sunah Rasul, melainkan merupakan tradisi yang dibuat di Indonesia.
Kata halalbihalal bahkan sudah dibakukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan.
Untuk melakukan halalbihalal, biasanya diadakan di sebuah tempat seperti auditorium, aula, dan sebagainya oleh sekelompok orang untuk menjaga silaturahmi.
Sejarah Halalbihalal
Halalbihalal berasal dari KH Abdul Wahab Hasbullah yang merupakan seorang ulama pendiri Nahdatul Ulama pada tahun 1948.
KH Wahab memperkenalkan istilah Halalbihalal ini pada Bung Karno sebagai bentuk cara silaturahmi antar-pemimpin politik yang pada saat itu masih memiliki konflik.
Kemudian, atas saran KH Wahab, pada Hari Raya Idul Fitri di tahun 1948 masehi, Bung Karno mengundang seluruh tokoh politik untuk datang ke Istana Negara agar menghadiri silaturahim yang diberi judul ‘Halalbihalal’. Hal ini bertujuan agar para tokoh politik dapat duduk dalam satu meja.
Dalam pertemuan halalbihalal tersebut, mereka mulai menyusun kekuatan dan persatuan bangsa ke depan.
Sejak saat itu, berbagai instansi pemerintah di masa pemerintahan Bung Karno menyelenggarakan halalbihalal.
Tidak hanya para pejabat, halalbihalal kemudian juga diikuti oleh masyarakat Indonesia secara luas.
Terutama masyarakat muslim di Jawa sebagai pengikut para ulama. Hingga kini, halalbihalal menjadi tradisi di Indonesia yang masih dipertahankan.
Tradisi serupa dengan halalbihalal juga sudah ada sejak masa Mangkunegara I atau yang dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.
Saat itu, setelah salat Idulfitri, untuk menghemat waktu, tenaga, pikiran dan biaya, Pangeran Sambernyawa mengadakan pertemuan antara raja dengan para punggawa dan prajurit secara serentak di balai istana.
Pada pertemuan inilah diadakannya tradisi sungkem atau saling memaafkan. Semua punggawa dan prajurit dengan tertib melakukan sungkem kepada raja dan permaisuri.
Dari kebiasaan yang dilakukan Pangeran tersebut, kemudian ditiru oleh organisasi-organisasi Islam, dengan istilah halalbihalal hingga sekarang.
Editor: AF Setiawan