Bantentv.com – Seiring meningkatnya kebutuhan global dan perubahan iklim, sektor pertanian Indonesia diharapkan dapat beradaptasi dengan cepat. Salah satu cara paling efektif untuk melakukannya adalah melalui pengembangan agroindustry berbasis teknologi pangan.
Saat ini, teknologi pangan lebih dari sekadar manufaktur skala besar atau pengemasan produk. Teknologi ini juga dapat digunakan sebagai penggerak untuk mengubah sistem dari hulu ke hilir.
Teknologi Pangan, Penentu Arah Baru Agroindustri
Menurut Food and Agriculture Organization tahun 2023, penerapan teknologi dalam sistem pangan global dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok hingga 30%. Selain itu, dapat menurunkan tingkat kehilangan pangan (food loss) secara signifikan.
Menurut Badan Pangan Nasional tahun 2024, hal ini sangat relevan. Sekitar 12% hasil pertanian masih hilang di tahap pascapanen akibat kurangnya penanganan dan inovasi teknologi.
Teknologi pangan hadir menjawab persoalan tersebut melalui penerapan pengeringan modern, fermentasi terkotrol, pengemasan cerdas, serta digitalisasi produksi pangan.
Penelitian dari Institut Teknologi Bandung tahun 2025 menunjukkan bahwa penggunaan alat pengering inovatif dapat memperpanjang umur simpan bahan pangan hingga dua kali lipat. Hal ini dilakukan tanpa mengurangi kualitas gizi.
Dengan demikian, inovasi di bidang ini bukan hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga memperkuat daya saing agroindustri nasional.
Inovasi Pangan yang Meningkatkan Nilai Tambah

Selama beberapa tahun terakhir, banyak inovasi pangan lokal yang muncul dan menjadi bukti konkret kontribusi teknologi pangan bagi agroindustri.
Misalnya, pengembangan produk pangan fungsional berbasis bahan lokal seperti singkong, ubi, dan pisang yang diolah menjadi tepung prebiotic. Juga minuman fungsional atau snack tinggi serat.
Penelitian lain menunjukkan bahwa inobasi pengolahan bahan lokal mampu meningkatkan nilai jual hingga 250% dibandingkan produk mentah.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan sentuhan teknologi pangan, produk pertanian sederhana dapat bertransformasi. Mereka menjadi komoditas bernilai tinggi yang diminati pasar modern.
Selain itu, perkembangan Internet of Things (IoT) juga mulai diterapkan dalam pengawasan proses produksi dan kontrol mutu bahan pangan.
Menurut buku Teknologi Pengolahan dan Hasil Pertanian, penggunaan sensor digital untuk memantau kelembapan dan suhu bahan baku terbukti efektif. Ini dapat menekan risiko kontaminasi mikroba hingga 40%.
Penerapan teknologi semacam ini memperlihatkan bahwa inovasi terjadi tidak hanya di pabrik besar, tetapi juga di skala UMKM dan rumah tangga.
Manfaat Teknologi Pangan bagi Petani dan Industri
Penerapan teknologi pangan memberi dampak positif langsung terhadap peningkatan kesejahteraan petani dan penguatan industry.
Dengan adanya inovasi pengolahan, petani tidak hanya menjual hasil mentah. Mereka bisa menghasilkan produk turunan yang memiliki nilai tambah dan daya simpan lebih lama.
Selain itu, teknologi pangan berperan penting dalam mengurangi kerugian pascapanen. Data dari Kementrian Pertanian tahun 2024 menunjukkan bahwa kerugian hasil panen berkurang hingga 20% di daerah yang telah menerapkan teknologi pengeringan dan penyimpanan modern.
Efek domino dari efisiensi ini adalah peningkatan pendapatan petani dan keberlanjutan produksi bahan baku bagi industry pangan.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meski potensinya besar, penerapan teknologi pangan dalam agroindustry masih menghadapi beberapa hambatan.
Biaya investasi awal yang tinggi, keterbatasan sumber daya manusia, serta infrastruktur yang belum merata menjadi tantangan utama.
Selain itu, sebagian pelaku usaha mikro dan petani masih kurang memahami manfaat jangka panjang dari penggunaan teknologi.
Hal ini menyebabkan resistensi terhadap perubahan dan rendahnya tingkat adopsi inovasi di lapangan.
Menurut hasil survey IPB University tahun 2023, hanya sekitar 35% UMKM pangan di Indonesia yang telah memanfaatkan teknologi pengolahan modern secara berkelanjutan.
Strategi Penguatan Inovasi Agroindustri Pangan

Untuk mempercepat adopsi inovasi di sektor agroindustry, dibutuhkan kolaborasi lintas sektor. Pemerintah, universitas, lembaga riset, dan industry perlu membentuk ekosistem inovasi yang saling mendukung.
Program pelatihan dan pendampingan harus digalakkan agar petani dan pelaku UMKN memiliki kemampuan literasi teknologi yang memadai.
Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan insentif dan subsidi bagi pengembangan alat pengolahan pangan berbasis teknologi tepat guna agar dapat diakses oleh pelaku usaha kecil.
Pendekatan ini terbukti efektif di beberapa negara berkembang dalam mendorong inovasi agroindustry berbasis komunitas.
Di sisi lain, perguruan tinggi memiliki peran penting dalam menciptakan riset terapan yang dapat langsung diimplementasikan di lapangan.
Seperti yang ditunjukkan oleh program “Desa Digital” IPB University tahun 2023, kolaborasi antara peneliti dan masyarakat desa mampu meningkatkan produktivitas dan efisiensi rantai pasok secara signifikan.
Teknologi pangan kini bukan sekadar pelengkap, tetapi merupakan motor penggerak utama agroindustry masa depan Indonesia. Melalui inovasi di bidang pengolahan, digitalisasi, dan optimalisasi bahan lokal, agroindustry nasional berpeluang menjadi pilar utama ketahanan dan kemandirian pangan.
Namun, keberhasilan transformasi ini bergantung pada kemauan bersama, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, industri, dan masyarakat.
Seperti kata FAO, masa depan pangan dunia tidak hanya ditentukan oleh seberapa banyak kita menanam, tetapi oleh seberapa cerdas kita mengolahnya.