Bantentv.com – Tanggal 14 Februari identik dengan Hari Valentine yang diperingati di berbagai negara. Namun, bagi bangsa Indonesia tanggal 14 Februari merupakan hari bersejarah, yaitu Hari pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA).
Berikut ini penjelasan pembentukan pasukan PETA hingga ditetapkan menjadi hari pemberontakan pasukan PETA pada tanggal 14 Februari 1945.
Pasukan PETA dibentuk atas inisiasi Panglima Tentara ke-16, yakni Letjen Kumakici Harada berdasarkan maklumat Osamu Seiri nomor 44 pada 3 Oktober 1943. Pasukan ini juga dibentuk atas ketidakpercayaan rakyat Indonesia terhadap janji kemerdekaan oleh pemerintah Jepang.
Pembentukan pasukan PETA juga dilatarbelakangi oleh surat perintah dari kepala Gunseikan (pemerintahan militer Jepang) yakni Raden Gatot Mangkoepradja. Awalnya, pembentukan PETA dimaksudkan untuk menghadapi perang Asia Timur Raya dari serangan blok sekutu.
Namun akhirnya keberadaan PETA menyulut semangat patriotisme dan nasionalisme bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan. Meskipun tokoh-tokoh penting perjuangan Indonesia yang tergabung dalam PETA menunjukkan keberpihakannya pada Jepang di depan, namun mereka tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan dengan secara diam-diam menyusun persiapan menuju kemerdekaan di belakang Jepang.
Sejarah diperingatinya pemberontakan PETA diawali pada tanggal 14 Februari 1945, disitulah pasukan PETA di Batalyon Blitar yang dipimpin oleh Supriyadi mulai melakukan pemberontakan. Pemberontakan tersebut ditandai dengan pengibaran bendera oleh Shodanco Partoharjono. Pasukan tersebut kemudian mulai melepaskan tembakan melawan tentara Jepang pada tanggal 29 Februari 1945 dini hari.
Serangan balasan pun segera dilancarkan oleh tentara Jepang setelah menyadari aksi tersebut, dan membuat pasukan PETA semakin terdesak. Dalam kejadian itu, diwarnain dengan penangkapan dan penyiksaan oleh polisi Jepang menimpa beberapa anggota PETA.
Negosiasi sempat terjadi antara Kolonel Katagiri dan pasukan PETA, tetapi hanya menjadi tipu muslihat belaka. Laporan mengenai kepulangan pasukan serta penyesalan atas pemberontakan disampaikan oleh Muradi setibanya di markas.
Akan tetapi, hal itu tidak menghentikan tindakan Jepang, yang akhirnya menangkap 68 anggota PETA dan mengadili mereka di Mahkamah Militer Jepang di Jakarta, hingga hukuman seumur hidup dijatuhkan kepada beberapa tahanan, sedangkan hukuman mati diberikan kepada dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo.
Sementara itu, keberadaan Supriyadi yang tidak diketahui, dan namanya tidak muncul dalam persidangan, menjadikannya sosok yang hilang tanpa kejelasan nasib.
Itulah sejarah diperingatinya Pemberontakan Pasukan PETA di tanggal 14 Februari. (Qonitah/red)