Bantentv.com – Pasca merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan sesi II lalu, Selasa, 14 Oktober 2025 sebesar 1,95% ke level 8.066,52. Para pengamat menyebut ada beberapa faktor yang menjadi penyebab melorotnya harga saham pada penutupan sebelumnya.
Hal ini terlihat dari tekanan IHSG yang datang dari aksi jual oleh investor asing. Sepanjang perdagangan kali ini, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,36 triliun atau setara dengan US$ 82,28 juta.
Baca Juga: IHSG Anjlok Hampir 2%, Saham Grup Barito Jadi Penekan Utama Pasar
Jatuhnya saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penekan terbesar laju IHSG. Saham BBRI menutup perdagangan dengan terkoreksi 3,01% dan menekan IHSG sebesar 17,94 poin.
Grup Barito Dominasi Daftar Laggards
Kemudian saham-saham Grup Barito juga mendominasi jajaran laggards pada perdagangan sesi kali ini. Diantaranya, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) yang menekan IHSG sebesar 16,04 poin akibat penurunan harga saham sebesar 6,41%.
Selain itu, saham PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) anjlok 13% dalam satu hari perdagangan dan menekan IHSG sebesar 15 poin. Diikuti, saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang ikut menggerus IHSG sebanyak 12,37 poin.
Tidak hanya itu, turunnya saham PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) sebesar 11,84% juga menekan IHSG sebanyak 7,83 poin. Terakhir, pelemahan saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menekan IHSG sebesar 6,15 poin.
Sentimen Global dan Aksi Profit Taking Jadi Pemicu
VP of Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menyebut, ada beberapa sentimen yang memukul pasar saham Tanah Air. Pertama, aksi profit taking yang dilakukan oleh investor.
Menurutnya, kenaikan IHSG di akhir pekan lalu cenderung tidak didorong oleh penguatan volume transaksi. Sehingga secara teknikal, indikator RSI menunjukkan IHSG sudah overbought dan menyebabkan terjadinya koreksi teknikal.
Kedua, ketidakpastian ekonomi global yang saat ini meningkat juga berperan. Ini terjadi pasca Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana pengenaan tarif baru 100% ke China untuk produk rare earth, yang juga menjadi faktor amblesnya sejumlah saham.
“Wacana Trump tersebut memberikan spekulasi negatif ke pasar di tengah masa gencatan tarif,” ungkap Audi dikutip dari Kontan.
Investor Alihkan Aset ke Emas
Audi juga menilai koreksi IHSG terjadi karena ada pergeseran investasi. Ini seiring dengan kenaikan harga komoditas seperti emas yang kembali mencetak rekor tertinggi saat ini.
Pengamat lainnya, dari Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menambahkan, pasar juga sedang menunggu tindakan AS dan China. Mereka berusaha mengatasi permasalah agar dapat menenangkan pasar.
Menurut Niko, tekanan masih akan berlanjut selama AS dan China masih saling berbalas. Namun, dia meyakini sentimen ini hanya terjadi dalam jangka pendek. Cepat atau lambat pelaku pasar akan menerima sentimen perang dagang ini.
Nico mengatakan, investor masih meyakini ekonomi Indonesia masih baik-baik saja, maka setiap koreksi yang ada merupakan kesempatan. Namun perlu diingat, secara momentum IHSG sudah naik terlalu tinggi.
“Dan dibutuhkan koreksi untuk dapat mengalami penguatan kembali. Sehingga, wait and see bisa menjadi sebuah pilihan untuk menunggu IHSG mengalami penurunan. Para investor juga harus sembari melihat langkah AS dan China,” ucapnya.
Audi berpandangan tekanan di IHSG akan lebih terbatas dalam jangka pendek dengan batasan support jangka panjang di level 7.916 atau MA200. Jika level tersebut terlampaui, investor bisa melirik ke sektor tematik.
Dengan melihat prediksi tersebut, tingkat kepercayaan publik (investor) pada saham berpengaruh terhadap naik turunnya IHSG. Ini didorong oleh perang dagang antara AS dan Cina.