Bantentv.com – Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kembali memuntahkan isi perutnya secara dahsyat pada Rabu, 15 Oktober 2025 pukul 01.35 WITA.
Letusan besar ini menciptakan kolom abu menjulang setinggi 10 kilometer di atas puncak gunung, menutupi langit malam kawasan Flores Timur dan sekitarnya.
Getaran letusan tercatat di seismogram dengan durasi mencapai 9 menit 6 detik, menandakan energi vulkanik yang sangat kuat.
Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Ile Lewotolok, Yosef Suryanto, mengonfirmasi bahwa erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki kali ini disertai dengan dentuman keras yang terdengar hingga radius beberapa kilometer.
Baca Juga: Gunung Ruang di Sulawesi Utara Naik Status Jadi Level IV dan Berpotensi Tsunami
Suara ledakan tersebut bahkan sempat mengejutkan warga di sekitar pos pengamatan.
Menurut Yosef, letusan tersebut termasuk kategori besar karena tekanan magma yang meningkat drastis dalam waktu singkat.
“Tinggi kolom abu teramati kurang lebih 10.000 meter di atas puncak atau setara dengan 11.584 meter di atas permukaan laut,” jelas Yosef dalam keterangan resminya, Rabu pagi.
Abu pekat dari letusan ini segera menyelimuti sejumlah desa di kaki gunung. Warga di wilayah Dulipali, Padang Pasir, Nobo, dan Nurabelen melaporkan hujan pasir yang berlangsung cukup lama setelah erupsi terjadi.
Kondisi jalan menjadi licin, sementara beberapa atap rumah warga tertutup debu vulkanik berwarna kelabu.
Yosef juga menegaskan bahwa status Gunung Lewotobi Laki-laki saat ini berada pada Level IV (Awas).
Masyarakat diimbau untuk tidak melakukan aktivitas dalam radius enam kilometer dari kawah utama. Untuk sektor barat daya, utara, dan timur laut, jarak aman diperluas hingga tujuh kilometer karena arah sebaran material vulkanik lebih dominan ke wilayah tersebut.
“Kami mengingatkan warga untuk tetap waspada terhadap potensi banjir lahar hujan, terutama di sungai-sungai yang berhulu di puncak Lewotobi. Bahaya bisa meningkat bila hujan deras turun di wilayah sekitar,” tambah Yosef.
Wilayah yang berpotensi terdampak antara lain Dulipali, Padang Pasir, Nobo, Nurabelen, Klatanlo, Hokeng Jaya, Boru, hingga Nawakote.
Seluruh kawasan itu memiliki aliran sungai yang langsung mengarah ke kaki gunung sehingga rawan dilalui material vulkanik bercampur air.
Bandara Maumere Tutup Sementara
Erupsi besar ini berdampak langsung pada sektor transportasi udara. Bandara Frans Seda Maumere ditutup sementara karena sebaran abu vulkanik menutupi jalur penerbangan di wilayah timur Nusa Tenggara Timur.
Keputusan penutupan diambil demi keselamatan penerbangan, mengingat visibilitas menurun drastis akibat partikel halus di udara.
“Mulai hari ini hingga Kamis, 16 Oktober 2025 pukul 06.00 Wita, operasi penerbangan di Bandara Frans Seda ditutup sementara,” ujar Kepala Bandara Frans Seda Maumere, Partahian Panjaitan, saat dikonfirmasi Rabu pagi.
Akibat penutupan tersebut, enam penerbangan dibatalkan oleh pihak maskapai. Seluruh penerbangan yang terdampak dilayani oleh Wings Air dan Nam Air.
Maskapai tersebut melayani rute Kupang–Maumere, Maumere–Kupang, Labuan Bajo–Maumere, serta Maumere–Labuan Bajo.
Partahian menambahkan, pihak bandara terus berkoordinasi dengan BMKG dan AirNav Indonesia untuk memantau pergerakan abu vulkanik.
“Kami akan membuka kembali bandara setelah kondisi udara benar-benar aman bagi penerbangan,” imbuhnya.
Selain membatalkan jadwal penerbangan, pihak bandara juga menyiagakan petugas untuk memantau kondisi landasan pacu yang mulai tertutup debu tipis.
Sejumlah maskapai diketahui mengalihkan rute penerbangan ke Bandara Ende dan Larantuka sebagai langkah alternatif sementara.
Warga Diminta Tetap Waspada
Pemerintah daerah Flores Timur telah mengaktifkan posko tanggap darurat dan menyiapkan lokasi pengungsian sementara bagi warga yang tinggal di radius rawan.
BPBD setempat juga membagikan masker dan perlengkapan keselamatan untuk mengantisipasi dampak abu vulkanik terhadap kesehatan pernapasan.
Hingga siang hari, kolom abu masih terlihat menjulang tinggi dari puncak Lewotobi.
Aktivitas gunung tersebut masih dalam pengawasan ketat, mengingat potensi erupsi susulan masih bisa terjadi sewaktu-waktu.
Editor : Erina Faiha