Bantentv.com – Upaya evakuasi korban runtuhnya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny memasuki tahap krusial.
Setelah hampir sepekan proses pencarian manual dilakukan, tim penyelamat mulai mengerahkan alat berat karena semakin kecil kemungkinan ditemukannya korban dalam kondisi selamat.
Peristiwa tragis ini terjadi pada Senin, 29 September 2025, ketika bangunan musala dan asrama putra yang sedang direnovasi tiba-tiba ambruk saat lebih dari 100 santri tengah melaksanakan salat ashar berjamaah.
Diduga, struktur bangunan tidak mampu menahan beban tambahan lantai atas yang tengah dibangun, sehingga menyebabkan keruntuhan fatal yang menimpa ratusan santri.
Berdasarkan data terbaru, sebanyak 167 orang menjadi korban. Dari jumlah itu, 118 telah ditemukan, terdiri dari 103 orang selamat dan 14 meninggal dunia, sementara 49 lainnya masih hilang di balik reruntuhan beton.
Baca Juga: Bangunan Ponpes di Sidoarjo Ambruk, Basarnas Kerahkan Tim SAR dan Alat Berat
Memasuki hari kelima pasca-runtuh, golden hour atau masa kritis penyelamatan korban hidup telah dinyatakan usai.
Kondisi di lapangan menunjukkan tidak ada lagi tanda-tanda kehidupan dari dalam reruntuhan.
Hal ini memaksa tim SAR mengubah strategi. Pencarian manual yang penuh risiko kini digantikan dengan penggunaan eskavator dan crane untuk menyingkirkan lapisan beton yang menimpa satu sama lain dalam pola pancake collapse.
Namun, keputusan penggunaan alat berat ini memicu protes dari keluarga korban yang khawatir jika proses tersebut akan merusak tubuh santri yang masih tertimbun.
Beberapa orang tua bahkan mendesak agar bisa ikut serta dalam proses pencarian untuk memastikan keluarganya ditemukan dengan layak.
Beberapa bahkan sempat melayangkan protes, menilai evakuasi berjalan lamban dan kurang transparan.
Di balik suasana duka, relawan dapur umum, tim medis, dan penyelamat terus bekerja tanpa henti.
Mereka bahkan mendapat tambahan vitamin dan obat-obatan untuk menjaga stamina dalam menghadapi proses evakuasi panjang yang penuh resiko.
Tragedi runtuhnya Ponpes Al Khoziny menjadi pengingat pahit tentang lemahnya aspek keselamatan dalam pembangunan fasilitas pendidikan.
Saat harapan menyelamatkan nyawa telah pupus, fokus utama kini hanya satu, menemukan dan memulangkan seluruh korban kepada keluarganya, meski dalam keadaan tak bernyawa.
Editor : Erina Faiha