Serang, Bantentv.com – BNNP Banten menangkap pelaku yang menerima barang haram, dikirim melalui jasa ekspedisi dari Aceh menuju dua lokasi berbeda, yakni Jakarta Barat dan Pekalongan Jawa Tengah.
BNNP Banten menangkap empat tersangka, dua orang ditangkap di Jakarta Barat saat akan mengambil paket ganja, sedangkan satu tersangka lainnya ditangkap di Pekalongan. Petugas juga melakukan pengembangan dan mengamankan satu orang tambahan berinisial E, yang diduga sebagai penerima paket di Jakarta Barat.
Usai penangkapan, Badan Narkotika Nasional Provinsi Banten musnahkan barang bukti narkotika jenis ganja seberat 3.985 gram, dari hasil pengungkapan jaringan pengedar lintas provinsi.
Kepala BNNP Banten Brigjen Pol Rohmad Nursahid Selasa siang, 17 Juni 2025, menjelaskan, pengungkapan dua kasus ini bermula dari informasi masyarakat mengenai dugaan pengiriman narkotika menggunakan jasa ekspedisi yang masuk ke wilayah Tangerang.
Ganja yang dikirim dari salah satu ekspedisi asal Aceh ini rencananya dikirim ke dua tempat, satu di Cengkareng Jakarta Barat, dan satu lagi ke Pekalongan, Jawa Tengah.
“Ganja ini berasal dari Aceh, dikirim dalam bentuk paket ekspedisi ke dua lokasi. Saat akan diambil oleh penerima di Jakarta Barat, petugas langsung melakukan penangkapan,” ujarnya.
Baca juga : Puluhan Pelajar SMA/SMK di Banten Korban Penyalahguna Narkoba
Menurut Rohmad, sindikat menggunakan modus baru untuk mengelabui petugas, ganja dikemas dalam bungkus jamu dan kopi sachet agar tampak seperti produk biasa saat pemeriksaan logistik.
“Keempat tersangka ini diduga kuat merupakan bagian dari satu jaringan pengedar ganja lintas provinsi. Dari hasil pemeriksaan, ganja yang kami sita memiliki berat bruto 3.970 gram atau hampir 4 kilogram. Setelah diuji laboratorium, berat bersihnya sekitar 3.875 gram,” jelas Brigjen Rohmad Kepala BNNP Banten.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 114 Ayat (2) juncto Pasal 111 Ayat (2) dan Pasal 132 Ayat (1), Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman penjara maksimal seumur hidup atau pidana mati.
Erina Faiha Qothrunnada