Bantentv.com – Di balik derasnya arus informasi dan berita yang membentuk opini publik, ada ribuan wartawan yang bekerja tanpa henti, sering kali mengorbankan waktu, kenyamanan, bahkan hak-hak dasarnya. Salah satunya adalah hak untuk memiliki rumah yang layak.
Ironisnya, meskipun berperan vital dalam menjaga kualitas demokrasi, sekitar 70 persen pekerja media di Indonesia masih kesulitan untuk memiliki rumah.
Kondisi ini menunjukkan adanya kesenjangan serius antara kontribusi besar yang mereka berikan dan perhatian negara terhadap kesejahteraan mereka.
Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyoroti hal ini sebagai bentuk ketimpangan yang tak lagi bisa dibiarkan.
“Negara tak cukup hanya hadir sebagai pengatur dan pengawas media. Negara harus menjadi mitra yang aktif dalam memperjuangkan kesejahteraan para jurnalis,” ujarnya dalam peluncuran Program Rumah Bersubsidi untuk Wartawan, Selasa 6 Mei 2025 di Bekasi.
Baca juga: PWI Pusat Tinjau Lokasi Rumah Subsidi untuk Wartawan di Banten
Menurut Meutya, kesejahteraan jurnalis adalah fondasi dari ekosistem media yang sehat. Wartawan yang bekerja dalam kondisi hidup yang layak akan lebih independen, objektif, dan berintegritas dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai mantan jurnalis, Meutya melihat langsung bagaimana banyak rekan seprofesinya menunda atau bahkan melepaskan hak-hak dasar mereka demi menyuarakan kepentingan publik.
“Mereka terus bergerak demi kepentingan orang banyak, tapi lupa memperjuangkan hak mereka sendiri, termasuk hak atas tempat tinggal yang layak,” tambahnya.
Langkah nyata mulai dilakukan melalui kolaborasi lintas kementerian dan sektor swasta, menghadirkan solusi konkret berupa rumah layak dan terjangkau.
Namun, lebih dari sekadar program, ini adalah simbol bahwa negara mulai menempatkan jurnalis dalam posisi yang seharusnya—sebagai mitra strategis dalam membangun demokrasi.
Wajah Ironi di Balik Profesi Penjaga Demokrasi
Dengan lebih dari 100 ribu pekerja media menghadapi tantangan memiliki hunian yang memadai, program ini diharapkan menjadi pintu masuk untuk agenda-agenda kesejahteraan lainnya, seperti perlindungan ketenagakerjaan, jaminan kesehatan, dan pelatihan berkelanjutan.
“Kita tidak bisa bicara tentang demokrasi yang kuat jika para penjaganya hidup dalam ketidakpastian. Kesejahteraan media adalah bagian tak terpisahkan dari kualitas demokrasi,” tegas Meutya.
Langkah ini bisa menjadi awal dari perubahan besar. Bukan hanya tentang membangun rumah, tetapi membangun keadilan dan penghormatan terhadap profesi yang selama ini berada di garis depan menjaga nalar publik.