Bantentv.com – Pemerintah Indonesia mengingatkan jemaah haji untuk lebih waspada menyusul lonjakan suhu ekstrem di Makkah yang mencapai lebih dari 50 derajat Celsius. Pastikan untuk selalu waspada terhadap suhu tinggi ini yang bisa mencapai suhu 50 derajat.
Imbauan ini disampaikan usai simposium antara otoritas Indonesia dan Arab Saudi yang membahas perlindungan jemaah selama musim haji tahun ini, terutama terkait risiko suhu mencapai 50 derajat.
“Cuaca sangat panas. Suhu bisa menyentuh lebih dari 50 derajat atau bahkan lebih tinggi. Jemaah diminta untuk membatasi aktivitas, khususnya di siang hari,” ujar Menteri Agama, Nasaruddin Umar, dalam keterangan pers di Makkah, Minggu, 1 Juni 2025.
Memahami risiko suhu ekstrem yang bisa mencapai 50 derajat merupakan prioritas, jemaah khususnya diingatkan akan bahaya suhu ekstrim.
Selain cuaca, perhatian juga tertuju pada kebiasaan jemaah yang menjalankan ibadah sunah secara berlebihan dalam kondisi suhu mencapai 50 derajat.
Sejumlah jemaah disebut kerap memaksakan diri melakukan umrah berkali-kali di tengah kondisi cuaca ekstrem, padahal hal itu dapat menguras energi menjelang puncak ibadah haji.
“Ibadah sunah memang dianjurkan, tapi jangan sampai mengorbankan kesehatan. Fokus utama tetap pada pelaksanaan haji,” jelasnya.
Baca juga: Nasib Jemaah Furoda Masih Menggantung, DPR Desak Revisi UU Haji
Puncak ibadah haji seperti wukuf di Arafah diperkirakan berlangsung dalam kondisi suhu tinggi. Karena suhu bisa mencapai 50 derajat yang berbahaya, jemaah diminta tetap berada di dalam kemah.
Aktivitas di luar kemah, termasuk ziarah ke Jabal Rahmah, sangat tidak disarankan. Otoritas keamanan Arab Saudi bahkan disebut akan menindak jemaah yang tetap beraktivitas di luar ruangan pada siang hari.
Banyak Jamaah Wafat, Arab Saudi Pertanyakan Kesiapan Medis Indonesia
Dalam pertemuan terpisah bersama Menteri Kesehatan Arab Saudi, otoritas setempat menyampaikan keprihatinan terhadap tingginya angka kematian jemaah Indonesia.
Mereka mempertanyakan kesiapan medis Indonesia, mulai dari jumlah tenaga kesehatan hingga sistem seleksi kesehatan calon jamaah.
Menanggapi hal itu, pihak Indonesia mengakui adanya kendala komunikasi yang membuat banyak jemaah enggan dirujuk ke rumah sakit.
Tak sedikit jemaah yang bahkan tidak memahami bahasa Indonesia standar, sehingga menimbulkan ketakutan untuk berobat.
“Ini jadi catatan penting. Banyak yang memilih menahan sakit karena takut tidak bisa berkomunikasi,” ujar Nasaruddin, terutama saat menghadapi suhu 50 derajat.
Sebagai solusi, Indonesia mengajukan permintaan agar dokter-dokter Indonesia tetap diizinkan memberikan layanan medis langsung di klinik-klinik milik Indonesia di Tanah Suci.
Permintaan tersebut akhirnya disetujui oleh Pemerintah Arab Saudi, dengan pemberian kewenangan terbatas bagi tenaga medis Indonesia.
“Kami menyambut baik keputusan ini. Tapi kita juga harus evaluasi total penyelenggaraan haji, mulai dari seleksi jamaah hingga kesiapan di lapangan,” tandas Nasaruddin.