Bantentv.com – Sebanyak 525 kloter jemaah haji reguler asal Indonesia telah diberangkatkan ke Tanah Suci, namun nasib calon jemaah haji furoda masih menggantung di tengah kabar viral soal dibukanya kembali penerbitan visa furoda per 1 Juni 2025.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Hilman Latief, menegaskan bahwa pemerintah Indonesia belum mendapatkan kabar apapun mengenai penerbitan kembali visa mujamalah atau yang dikenal dengan istilah visa furoda.
“Kami perlu sampaikan bahwa pemerintah Indonesia sampai hari ini belum menerima informasi resmi mengenai pembukaan visa furoda sebagaimana yang ramai diberitakan di media sosial,” ujar Hilman dari Makkah, Minggu 1 Juni 2025.
Ia menambahkan, seluruh proses keberangkatan jemaah haji reguler Indonesia telah selesai per hari ini. Tercatat 525 kelompok terbang (kloter) telah diberangkatkan menuju Tanah Suci.
“Alhamdulillah, 525 kloter sudah terbang ke Tanah Suci,” ungkapnya.
Baca juga: Kenali Perbedaan Haji Reguler, Haji Khusus, dan Haji Furoda
DPR: Negara Harus Hadir Lindungi Jemaah Furoda
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyampaikan bahwa meskipun visa furoda bersifat business-to-business (B2B) antara travel Indonesia dan pihak Arab Saudi.
Negara tetap harus hadir untuk memastikan perlindungan bagi jemaah, terutama nasib jemaah haji furoda yang gagal berangkat akibat visa tidak diterbitkan.
“Visa furoda memang ada dan digunakan masyarakat Indonesia. Meski tidak dikelola langsung oleh pemerintah, negara tetap wajib menjamin perlindungan hukum bagi warganya,” ujar Fikri di Jeddah, Sabtu 31 Mei 2025.
Ia menilai, kegagalan ribuan jemaah visa furoda tahun ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji, khususnya dalam aspek perlindungan bagi calon jemaah non-reguler.
“Undang-undang harus melindungi mereka terlebih dahulu karena mereka ini warga negara Indonesia,” tegas politisi PKS itu.
Fikri juga mencontohkan praktik umrah mandiri yang telah dibuka luas oleh Arab Saudi. Dalam konteks visa furoda, menurutnya, diperlukan aturan teknis serta pengawasan dari pemerintah agar calon jemaah tetap mendapat kepastian dan perlindungan hukum.
“Ini bukan semata urusan bisnis. Ini soal perlindungan warga negara yang sudah menunaikan kewajiban finansial dan berniat ibadah. Negara tidak boleh abai,” pungkasnya.